Wednesday, May 9, 2018

Kamu (Masih) Yakin Ingin Menjadi Guru?

Sarjana Pendidikan Calon Guru

Semester ini, di hari terakhir pembayaran biaya kuliah (UKT), mahasiswa memenuhi Bank yang bekerja sama dengan kampus. Disana saya bertemu dengan seorang laki-laki, mahasiswa semester Tiga jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Ia disuruh pulang oleh pegawai Bank yang cantik rupawan karena kekurangan uang registrasi.

Dengan wajah yang suram, ia hendak kembali dari meja Teller. Saya dan teman mendatanginya. Ia masih kurang 100 ribu. Kemudian kami memberikannya pinjaman dan akhirnya ia berhasil membayar registrasi semester ini.

Setelah pembayaran, kami sempat berbincang, ia dengan jurusan Pendidikan Guru PAUD harus membayar biaya sebesar 2,5 Juta-an rupiah setiap semester. Ia berterima kasih karena merasa sudah dibantu dan bisa mengikuti kuliah semester ini.

Teman saya bertanya, "Kamu masih ada uang untuk makan?", ia menjawab sudah tidak ada. Kemudian kami memberinya lagi 50 ribu sebagai pegangan. Saya bertanya ke dia, "Ini kamu mau kemana? Naik apa?". Ia menjawab, "mau ke kampus dan jalan kaki mas". Kemudian teman saya mengantarnya.

Setelah teman saya pulang dari mengantar mahasiswa itu, teman saya bercerita bahwa ternyata mahasiswa itu membayar semester ini dari uang meminjam salah satu dosen di fakultasnya. Ia ke kampus untuk memberikan bukti pembayaran.

Saya dan teman saya kemudian berbincang, bahwa mahasiswa itu mahasiswa yang nekat untuk bisa kuliah dan menjadi seorang guru PAUD kelak. Perasaan haru dan terlihat sebuah tindakan konyol kami temui hari itu. Kami berfikir bahwa jika memang ia belum mampu untuk membiayai kuliah, selayaknya tidak memaksakan kehendak sampai sebegitunya. Jika melihat perawakan orangnya, ia bukanlah mahasiswa yang bandel, dari awal dia begitu sopan dan islami banget. Tentu, apalagi jika melihat ia yang mengambil jurusan pendidikan atau calon guru. Ia yang sebagaimana diceritakan orang-orang dan buku-buku adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa.

UKT; Uang Kuliah Tinggi?

Menjadi seorang guru adalah profesi yang masih diminati di negeri ini. Salah satunya juga menjadi guru PAUD. Biaya 2,5 Juta tiap semester di perguruan tinggi kami bagi mahasiswa jurusan itu adalah biaya yang paling murah jika dibandingkan dengan kampus-kampus negeri lain di Semarang.

Namun, jika biaya sebesar 2,5 Juta tersebut dibandingkan dengan biaya kuliah di perguruan tinggi kami sebelum pemberlakuan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2013 lalu, mahasiswa hanya membayar 600 ribu per semester. Sistem UKT diterapkan dengan alasan penyesuaian status sosial melalui pembagian golongan-golongan. Jika ia mahasiswa yang kurang mampu, maka masuk golongan satu dan dua yakni 400 ribu hingga 1,2 Juta-an. Namun jika ia mahasiswa dari golongan menengah keatas, maka akan masuk di golongan tiga dan empat.

Nah, pertanyaannya, mengapa masih ditemui mahasiswa yang tidak kuat membayar biaya kuliah sebagaimana saya jelaskan di atas. Bahkan sampai-sampai menghutang ke dosennya untuk registrasi.

Seorang teman lagi juga bercerita bahwa temannya ada yang cuti di semester ini karena belum mampu membayar kuliah karena orang tuanya setelah meninggal dunia dan usahanya pailit, kemudian temannya tersebut memilih mencari kerja untuk semester ini dan tidak tahu apakah ia akan bisa melanjutkan kuliah lagi atau tidak jika masih dalam golongan yang ia dapatkan sebelumnya.

Melihat penerapan sistem UKT dan beberapa masalah mahasiswa di atas, apakah dalam pembagiannya sudah benar-benar sesuai? Ataukah memang biaya setelah adanya UKT itu, untuk menjadi seorang guru PAUD harus sebesar nominal tersebut? Ataukah nominal yang ditetapkan tersebut tidak diperdulikan seorang mahasiswa alias ia sudah yakin bahwa ia mampu untuk membayarnya demi tercapai cita-citanya? Itu hanya pernyataan ambigu yang saya dan teman saya diskusikan. Semoga hal tersebut jika memang tidak pas untuk dijalani agar tidak menjadi dilema pendidikan negeri ini.

Belum lagi setelah lulus nanti, ia harus berjuang keras untuk mendaftar di sekolah-sekolah tempat ia akan mengajar. Ia harus antre di belakang sarjana-sarjana lulusan kampus yang lebih populer. Ini juga masalah lagi. Selama kuliah, ia harus mengeluarkan dana yang demikian jumlahnya, dan biaya hidup di kota yang tidak sedikit, biaya jalan-jalan dengan teman sekelas dan biaya-biaya lain seperti biaya KKL, KKN dan saat ia tidak juga lulus tes Toefl dan Imka.

Menjadi Seorang Guru

Saya dan teman-teman saya masih asik membincangkan profesi guru, khususnya guru PAUD, setelah menemui peristiwa di atas. Teman saya bercerita bahwa di desanya, seorang guru PAUD hanya mendapatkan gaji 300 - 500 ribu rupiah setiap bulan. Nominal yang sangat jauh berbeda dibandingkan dengan biaya kuliah dan biaya hidup per semesternya. Banyak juga guru-guru honorer yang pada kenyataannya menanti intensif dari pemerintah selama bertahun-tahun yang tidak kunjung turun atau didapat.

Gaji yang demikian tentu sangat jauh dari kata cukup dan layak untuk sebuah profesi. Ia harus bangun pagi dan mendidik anak-anak yang masih nakal-nakalnya. Ia juga harus siap disalahkan orang tua siswa jika terjadi suatu masalah. Belum lagi ia harus membuat laporan-laporan yang menumpuk.

Menjadi seorang guru jika melihat perjuangannya di atas, guru disini benar-benar sebagai seorang pahlawan tanda jasa. Namun apakah jutaan calon guru di kampus-kampus ini nanti akan mampu untuk hidup dan tangguh menghadapi cobaan profesi guru? Semoga saja. Karena masa depan generasi muda kita adalah dari tangan-tangan mereka.

Biaya pendidikan yang timpang dengan fakta di lapangan setelah benar-benar menjadi guru ini bukan lagi hal yang tabu. Ini sudah menjadi rahasia umum. Sepertinya juga yang menjadi salah satu faktor dari sekian banyak faktor mengapa pendidikan kita kurang berkualitas adalah karena kurangnya kesejahteraan bagi guru. Sehingga guru kurang inovatif dalam mendidik karena beban ekonomi lebih berat di pundaknya.

Tulisan ini bukan bermaksud apa-apa. Ini hanya gambaran yang terjadi di sekitar saya. Apakah di sekitarmu juga demikian?

Nah, untuk mas dan mba yang cantik-cantik dan tampan-tampan sedang duduk di bangku kuliah, serta yang sedang berbangga diri dengan menuliskan jurusannya di bio media sosialnya dan setiap malam nongkrong di cafe-cafe di pinggir kota, apakah kamu masih yakin untuk menjadi seorang guru nanti? dengan fakta yang sudah menjadi rahasia umum tentunya. Yakni gajimu selama masih honorer yang segitu.

Tidaklah perlu munafik juga untuk tidak memikirkan kesejahteraan hidup anda dalam jihad di dunia pendidikan. Namun, nanti akan kebingungan saat terjadi masalah-masalah ekonomi yang masih misteri. Ingatlah, masa depan generasi muda ada di tanganmu.

Kritik Pemerintah

No Comment. Sudah bosan. Mending ngobrol sendiri di depan kaca. [k]

No comments: