Diamkan deria,
tutup telinga
dan kosongkan fikiran
tutup telinga
dan kosongkan fikiran
Dengarkan seruan:
‘Pulang!’
Kata-kata tidak bermakna
Biar senyap seketika
Dengarlah!”
Biar senyap seketika
Dengarlah!”
[Mathnawi, Mawlana Rumi]
--
Tak akan terhitung jumlah tafsiran tentang 'Diam' di dalam puisi mawlana ini.
Tak ayal dan tak akan pernah luput pula dapat lepas dari motif oleh para pemaknanya.
'Pulang' pun sama. Makna dari tujuan pulang itu sendiri sama halnya ditafsiri layaknya diam.
Manusia memang bebas tafsir di setiap metafora dan alegori yang didapatinya.
Itulah alasan kenapa saya pernah menulis mengutip salah satu pemikir, bahwa mata adalah organ rapuh.
Membaca mawlana rumi adalah membaca segala hal yang semestinya kembali pada yang disebut dengan cinta.
Tentang cinta, tafsiran apapun, saya tak akan ragu dalam menanggapinya. Dalam cinta, jika dalam prosesnya dibuktikan dengan yang bukan memiliki jiwa dan unsur dari agungnya cinta, maka itu bukanlah cinta.
Sebab cinta adalah pusat dari yang murni.
Cinta tak pernah berbicara, berbohong, dan segala alasan lain. Dan manusia harus tahu mengapa ia ada dan bagian dari yang dicipta. Sehingga disitulah mestinya cinta berperan dam bermanifestasi.
Salam:)
No comments:
Post a Comment