"Hidup tidak sesederhana hitam dan putih" kata ungkapan lama. Tapi yang pasti pemilu sebentar lagi.
Pertanyaannya, hitam putih itu yang bagaimana?
Ada yang bilang, sama halnya dengan pilihan dalam melangkah. Semua ada konsekuensi yang dikandungnya. Jika tidak mendapatkan hasil sesuai harapan dan ekspekatasi, tentu akan mendapatkan resiko yang buruk. Apakah demikian?
Bagi anak-anak mungkin cocok untuk memilih itu. Jika si anak nurut kepada orangtuanya, maka ia akan mendapat predikat berbakti dan jika berani menentang orangtua maka si anak akan mendapat predikat durhaka.
Lalu, bagaimana dengan yang bukan lagi anak-anak? Saat manusia dihadapkan menjadi bagian dari politik, sosial, budaya, dan ekonomi? tentu hidup, dalam hemat ini memang bukan tentang hitam dan putih.
Bagi Plato, itulah masa dimana orang semestinya tak nyaman hidup di goa. Sebab hidup dan prosesnya dapat ditemukan bukan di goa.
Sepertinya memang teori konspirasi dan hegemoni sedang dalam masa jayanya. Ratusan ribu orang yang harus keluar goa itu, menurut Plato, telah lebih parah dengan mengambil jalan menjadi gerombolan dimana ia merasa dirinya 'Putih' dan yang bukan sepertinya adalah 'hitam'. Tak ada yang pernah mengakui dirinya hitam.
Sungguh berhasil pula para pembuat warna itu di hari-hari penuh narasi simulasi. Dan sungguh sangat kesepian orang-orang yang mengetahui bahwa dibalik hitam dan putih terdapat tirai yang menghalangi warna pelangi.
Orang-orang itu berkata, "Sialan! masalah utama negeri ini adalah tak ada orang yang benar-benar memperhatikan diriku."
Pun jika pelangi itu ada dibalik hitam dan putih orang-orang. Namun jika ternyata api yang ada dibalik tirai itu? Apa boleh buat, namanya juga konsekuensi.
Api yang terus membakar jalannya revolusi ini terus dikobarkan dan semakin memakan korban ratusan juta orang.
Apalagi yang ditarik puluhan tahun silam. Penjaga api hanya satu orang. Pembuat galeri hitam dan putih hanya satu orang. Dan kini ratusan orang itu menjadi dirinya.
Hidup adalah tentang membuat gelap menjadi terang, membuat hitam menjadi putih, seperti yang diajarkan orang-orang suci. Namun ternyata yang terjadi seakan semua yang melihat potret hidup adalah pilihan antara hitam dan putih saja.
Atau barangkali orang-orang itu tidak sejalan antara umur dewasanya dengan jiwanya yang ternyata masih merasa anak-anak. Di jurang sederhana di hari-hari pemilu. [*]
No comments:
Post a Comment